Analisis Tindakan Pemasangan Infus & Pemberian Cairan Intravena


Mata Kuliah                : KMB II
Nama                           : Warsono
NIM                            : 22020119183164

Tugas Analisis Tindakan Pemasangan Infus / Cairan Intravena

1.    Tujuan Pemasangan Infus
Tujuan utama terapi intravena menurut Hidayat (2008) yaitu:
a.       Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral.
b.      Memperbaiki keseimbangan asam-basa.
c.       Memperbaiki volume komponen darah.
d.      Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan ke dalam tubuh.
e.       Tranfusi darah dan pemberian produk darah lainnya.
f.        Memberikan nutrisi secara parenteral pada saat sistem pencernaan mengalami gangguan.

2.    Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam setiap tahapan prosedur terapi intravena:
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tindakan pemasangan infus menurut Dougherty L, Bravery K, Gabriel J, et al. (2010) adalah sebagai berikut:
a.       Sterilitas : Tindakan sterilitas dimaksudkan supaya mikroba tidak menyebabkan infeksi lokal pada daerah tusukan dan supaya mikroba tidak masuk ke dalam pembuluh darah mengakibatkan bakteremia dan sepsis. Beberapa hal perlu diperhatikan untuk mempertahankan standard sterilitas tindakan, yaitu :
1)      Tempat tusukan harus disucihamakan dengan pemakaian desinfektan (golongan iodium, alkohol 70%).
2)      Cairan, jarum dan infus set harus steril.
3)      Pelaku tindakan harus mencuci tangan sesuai teknik aseptik dan antiseptik yang benar dan memakai sarung tangan steril yang pas di tangan.
4)      Tempat penusukan dan arah tusukan harus benar. Pemilihan tempat juga mempertimbangkan besarnya vena. Pada orang dewasa biasanya vena yang dipilih adalah vena superficial di lengan dan tungkai, sedangkan anak-anak dapat juga dilakukan di daerah frontal kepala.
b.      Fiksasi : Fiksasi bertujuan agar kanula atau jarum tidak mudah tergeser atau tercabut. Apabila kanula mudah bergerak maka ujungnya akan menusuk dinding vena bagian dalam sehingga terjadi hematom atau trombosis.
c.       Pemilihan cairan infus : Jenis cairan infus yang dipilih disesuaikan dengan tujuan pemberian cairan.
d.      Kecepatan tetesan cairan :
Memasukkan cairan ke dalam tubuh maka tekanan dari luar ditinggikan atau menempatkan posisi cairan lebih tinggi dari tubuh. Kantung infus dipasang ± 90 cm di atas permukaan tubuh, agar gaya gravitasi aliran cukup dan tekanan cairan cukup kuat sehingga cairan masuk ke dalam pembuluh darah. Kecepatan tetesan cairan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa volume tetesan tiap set infus satu dengan yang lain tidak selalu sama dan perlu dibaca petunjuknya.
e.       Selang infus dipasang dengan benar, lurus, tidak melengkung, tidak terlipat atau terlepas sambungannya.
f.        Hindari sumbatan pada bevel jarum/kateter intravena. Hati-hati pada penggunaan kateter intravena berukuran kecil karena lebih mudah tersumbat.
g.      Jangan memasang infus dekat persendian, pada vena yang berkelok atau mengalami spasme.
h.      Lakukan evaluasi secara periodik terhadap jalur intravena yang sudah terpasang.
3.    Risiko bahaya yang mungkin dialami pasien
Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lamaakan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi,menurut Bravery K, Gabriel J, et al. (2010)  yaitu:
a.       Flebitis
Flebitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada pembuluh darah yang ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak, panas, indurasi pada daerah tusukan dan pengerasan sepanjang pembuluh darah vena.
Insiden flebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, pemasangan jalur IV yang tidak sesuai dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan. Flebitis merupakan peradangan pada intima tunika dari vena dangkal yang disebabkan oleh iritasi mekanik, kimia atau sumber bakteri (mikroorganisme) yang dapat menyebabkan pembentukan trombus (Royal College of Nursing, 2010).
Flebitis mekanik disebabkan oleh pergerakan benda asing yang menyebabkan gesekan dan peradangan vena (Stokowski et al, 2009). Hal ini sering terjadi ketika ukuran kanula terlalu besar untuk vena yang dipilih (Martinho & Rodrigues, 2008). Penempatan katup kanula terlalu dekat dengan vena akan meningkatkan risiko flebitis mekanis akibat iritasi pada dinding pembuluh darah dengan ujung kanula (Macklin, 2003). Flebitis kimia disebabkan oleh obat atau cairan yang diberikan melalui kannula. Flebitis yang disebabkan oleh bakteri berasal dari teknik aseptik yang kurang dari keterampilan perawat dalam memasang infus. Karena kurangnya teknik aseptik saat pemasangan alat intavena sehingga terjadi kontaminasi baik melalui tangan, cairan infus, set infus, dan area penusukan (Alaxander, et al. 2010).
Menurut Hankins (2001) dan Ignatavicius et al (2010) faktor-faktor terjadinya flebitis dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal yang berpengaruh adalah usia, keadaan vena, stress, status nutrisi dan faktor penyakit. Faktor-faktor eksternal yang berpengaruh antara lain adalah perawatan infus, pemilihan vena, jenis cairan, lama pemasangan infus, dan tindakan pemasangan infus. Menurut Infusion Nursing Standards of Practice (2006), skala flebitis dibedakan berdasarkan tanda dan gejala yang ditimbulkanya.
Adapun skala flebitis menurut Infusion Nurse Society: Standard of Practice (2006) dalam Alaxander et al (2010) adalah sebagai berikut :
Skala 0: Manifestasi  Tidak ada tanda dan gejala
Skala 1: Kemerahan dan nyeri di sekitar vena yang dipasang infus
Skala 2: Nyeri, kemerahan, dan bengkak pada sekitar vena yang dipasang infus
Skala 3: Nyeri, kemerahan (eritema), bengkak, dan vena teraba mengeras (palpable venous cord)
Skala 4: Nyeri, kemerahan (eritema), bengkak, vena teraba mengeras (palpable venous cord), dan tampak bernanah pada area yang dipasang infus.
b.      Infiltrasi
Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di sekeliling tempat pungsi vena.Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi, ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar daripada tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang torniquet di atas atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan torniquet tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus tetap menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infiltrasi.
c.       Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan nafcillin).
d.      Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar area insersi.Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan.Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat penusukan.
e.       Trombosis
Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan aliran infus berhenti.Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena, dan pelekatan platelet.
f.        Occlusion
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area pemasangan/insersi.Occlusion disebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama.
g.      Spasmevena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitar vena,aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal.Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat.
h.      Reaksivasovagal
Klien tiba-tiba kollaps pada vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau kecemasan.
i.        Kerusakan syaraf, tendon dan ligamen
j.        Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi otot.Efek lambat yang bisa muncul adalah paralisis, mati rasa dan deformitas.Kondisi ini disebabkan oleh tekhnik pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon dan ligamen (Hinlay, 2006).
4.    Tindakan antisipasi yang dilakukan untuk mencegah bahaya pemasangan intravena:
a.       Daugherty (2008) mengatakan bahwa untuk mendeteksi adanya plebitis, maka semua pasien yang terpasang infus harus diobservasi terhadap tanda plebitis sedikitnya satu kali 24 jam. Observasi tersebut dapatdilakukanketikaperawat memberikan obat intravena, mengganti cairan infus, atau mengecek kecepatan tetesan infus.
b.      Ganti sistem infus setiap 48-72 jam. Barker dan Anderson (2004) mengemukakan  bahwa pemindahan lokasi pemasangan secara teratur setiap 48-72 jam terbukti secara signifikan menurunkan kejadian plebitis.
c.       Lakukan tekhnik pemasangan dan pemilihan abocath secara benar disesuaikan dengan ukuran vena pasien.
d.      Lakukan standar precaution dengan benar sebelum pemasangan jalur intravena, seperti cuci tangan dan pakai sarung tangan, serta desinfeksi area kulit yang akan ditusuk.
e.       Segera ganti balutan / dressing bila dijumpai adanya rembesan pada lokasi insersi.
f.        Segera aff dan ganti sistem infus jika ditemukan tanda-tanda infeksi seperti kemerahan, bengkak dan nyeri.

Quiz
Menghitung Balance Cairan
Intake:
  • Minum 3 gelas X 200cc          = 600 cc
  • Makan                                     = 300cc
  • Cairan infus 10 tetes/menit = 60 tetes/jam = 14400 tetes/24 jam. Faktor tetesan 20 tetes = 1cc jadi jumlah cairan dalam 24 jam adalah 14400/20 tetes = 720cc.
  • Terapi injeksi 3 X 2 cc            = 6 cc
  • Air metabolisme 5 X 60 Kg    = 300cc
Output:
  • urine                                        = 800 cc
  • feses                                        = 100 cc
  • Cairan NGT                            = 100 cc
  • IWL 15 X 60 Kg                     = 900 cc
  • IWL kenaikan suhu = IWL + (200 X 37.5-36.8)         = 1040 cc
Jadi BC           = Total intake – total output
                        = 1926 – 2040
                        = -114 cc




DAFTAR PUSTAKA

           Alexander, M., Corrigan, A., Gorski, L., Hankins, J., & Perucca, R. (2010). Infusion Nursing Society, Infusion Nursing, An Evidence based approach. Third Edition. America: Saun-ders Elsevier. Diakses 23 Maret 2020, dari http://ccn.aacnjournals.org/content/31/3/92.1.full.
           Dougherty L, Bravery K, Gabriel J, Kayley J, Malster M, Scales K, et al. (2010). Standards for infusion therapy (third edition). Royal College of Nursing.
           Hidayat, AA. (2008). Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II. Jakarta : Salemba Mardika.
           Hinlay. (2006). Terapi Intravena pada Pasien di Rumah Sakit. Yogyakarta : Nuha Medika.


Analisis Tindakan Pemasangan Infus & Pemberian Cairan Intravena Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Slamet Fadli

0 comments:

Post a Comment